RANGKUMAN IPS SEJARAH KELAS 8 SM 2 UL 3
Rangkuman IPS Sejarah Kelas 8 ( persiapan ulangan ke 2)
Salah satu tujuan bangsa barat datang ke Indonesia adalah untuk
melakukan kegiatan ekonomi.kedatangan mereka bermanfaat bagi pembangunan Indonesia,tetapi
mereka merugikan bangsa indonesia.keinginan mereka menguasai kegiatan ekonomi Indonesia
merupakan salah satu kerugian bagi bangsa indonesia.
A.
Kedatangan bangsa bangsa barat ke Indonesia
Belanda adalah negara
yanng paling lama menjajah indonesia.selain belanda, bangsa porugis,Spanyol,dan
inggris pun juga pernah menjajah indonesia.
·
Kedatangan bangsa
portugis di Maluku
Dari lisbon bartolomei
diaz pada tahun 1486 melakukan pelayaran pertama menyusuri pantai barat
Afrika.alfonso d’albquerque mencapai malaka pd tahun 1511,dan pd tah 1512
portugis berhasil sampai ke maluku.
·
Ekspedisi bangsa
inggris
EIC adalah persekutuan
dagang pengusaha inggris.hal yang menyababkn inggris menyingkir ke india/asia
selatan dan asia timur,karena EIC terdesak olh bangsa belanda.
·
Kedatangan bangsa Belanda
di jakarta
Jakarta merupakan
pelabuhan penting di Pulau Jawa yang kemudian menjadi markas VOC di
indonesia.VOC berdiri pada tahun 1602-1799 31 desember.seorang pelaut dari
belanda cornelis de houtman memimpin ekspedisi ke indonesia.thun 1596 armada
houtman tiba di banteng melalui selat sunda.
Latar belakang kedatangan bangsa
Barat
1. Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki tahun
1453
2. Ingin membuktikan bahwa bumi itu bulat
3. Kemajuan pengetahuan dan teknologi seperti
kapal, kompas dan meriam
4.
Hasrat untuk
menjelajahi dunia
5. Melanjutkan perang salib
6.
Tulisan Marcopolo
dalam bukunya Book of Various experiences( keajaiban
dunia) yang berisi kisah perjalanan Marcopolo yang menceritakan bahwa
daerah Asiaalamnya sangat indah , subur dan memiliki banyak kekayaan alam.
7.
Buku tulisan Tom Pires
(Suma Orriental) yang mengatakan
bahwa Asia tanahnya sangat subur dan iklimnya baik
8. Mencari rempah-rempah sebagai penghangat badan
9.
Mewujudkan 3 G yaitu
Gold (mencari emas/kekayaan), Glory (mencari kemuliaan /kejayaan) dan Gospel
(penyebaran agama Kristen).
B.Penjelajahan Samodra
Negara pelopor
penjelajahan samudra adalah Portugis dan
Spanyol karena saat itu keduanya merupakan negara adikuasa di Eropa.
Sedangkan Inggris, Perancis, Belanda, Jerman dan Italia menyusul pada
abad ke-17. Tokoh-tokohnya adalah
1. Portugis : Bartholomeus Diaz (Tanjung Harapan
1486), Vasco da Gama (CalicutIndia1498), Alfonso D’albuquerque (Malaka 1511),
Antonio D’Abreau dan Serao (Ternate-Maluku 1512), Carbal (Brasilia)
2. Spanyol : Christophorus Colombus dan Amerigo
Vespuci (Kep. Bahama dan mengelilingi Amerika utara), Pizarro (Peru),Hermando
Cortez (Mexico1519), Ferdinand Magelhaenz (Kep. Massava 1486 /Philipina
perjalanan dilanjutkan Kapten SebastianDel Cano ke Tidore Maluku (1521)
dan pulang lewat jalan Portugis. Dialah yang dapat membuktikan bahwa bumi itu
bulat (LKS Cerah kelas VII)
3.
Inggris : Francis
Drake (mengelilingi dunia 1577-1580), William Dampier (pantai baratAustralia),
James Cook (pantai timur Australia), Mattew Flinders (membuat
peta Australia dan mengelilingi benua Australia)
Belanda : Cornelis De Hautman (5 Juni 1596 di Sumatera dan 23
Juni di Banten), Abel Tasman (Tasmania, Fiji dan Selandia Baru)
Akibat penjelajahan
samodra adalah daerah yang ditemukan menjadi tanah jajahan bangsa penemu,
bangsa Asia mengenal tanaman baru yang dibawa bangsa Eropa seperti kopi,
coklat, penduduk asli mengenal senjata api dan minuman keras (anggur),
berkembangnya agama Katholik dan Kristen Protestan, dan budaya Barat lain
seperti cara berpakaian, alat musik,dll
C. Tujuan dibentuknya VOC adalah :
a. Menghindari persaingan tidak sehat diantara sesame pedagang Belanda.
b. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dengan pedagang dari bangsa lain.
c. Membantu dana pemerintah Belanda yang sedang berjuang menghadapi konflik dengan Spanyol.
Kekuatan VOC adalah strategi dagang dan system pengorganisasian yang rapi. Sumber dana VOC berasal dari 6 kota pelabuhan di Belanda. Perwakilan tersebut dinamakan Heeren XVII (tuan-tuan Ketujuh Belas) yang terdiri 8 perwakilan kota-kota pelabuhan dagang. VOC berkewajiban melaporkan hasil keuntungan dagangnya kepada Staten Generaal (Parlemen Belanda).
a. Menghindari persaingan tidak sehat diantara sesame pedagang Belanda.
b. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dengan pedagang dari bangsa lain.
c. Membantu dana pemerintah Belanda yang sedang berjuang menghadapi konflik dengan Spanyol.
Kekuatan VOC adalah strategi dagang dan system pengorganisasian yang rapi. Sumber dana VOC berasal dari 6 kota pelabuhan di Belanda. Perwakilan tersebut dinamakan Heeren XVII (tuan-tuan Ketujuh Belas) yang terdiri 8 perwakilan kota-kota pelabuhan dagang. VOC berkewajiban melaporkan hasil keuntungan dagangnya kepada Staten Generaal (Parlemen Belanda).
D. Politik Etis
C.Th. van Deventer,
salah seorang penganjur Politik Etis.
Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang
menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi
kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial
untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang
baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa
pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia
Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan
politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang
meliputi:
1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki
pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
2. Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk
bertransmigrasi
3.
Edukasi yakni
memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
Banyak pihak
menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan
tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya,
sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini.
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah
Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan
emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda
untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan
sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan
pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat
berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852–1925) yang Menteri
Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900–1905). Sejak tahun 1900
inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat
biasa yang hampir merata di daerah-daerah.
Sementara itu, dalam
masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda
dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin
terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai
tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri
dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup
proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.
E.Penyimpangan Politik Etis
Pada dasarnya
kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi
dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para
pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan penyimpangan tersebut.
·
Irigasi
Pengairan hanya
ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda.
Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
·
Edukasi
Pemerintah Belanda
membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga
administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat,
hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu.
Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk
anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II
kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
·
Migrasi
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah
yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya
permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti
perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain.
Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampungmempunyai tujuan
menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja,
maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak
melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale
Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang
melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian
dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.
Dari ketiga
penyimpangan ini, terjadi karena lebih banyak untuk kepentingan pemerintahan
Belanda.
Pelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik.
Kalangan Indo, yang secara sosial adalah warga kelas dua namun secara hukum
termasuk orang Eropa merasa ditinggalkan. Di kalangan mereka terdapat
ketidakpuasan karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan
kepada kalangan pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak
dapat masuk ke tempat itu, sementara pilihan bagi mereka untuk jenjang
pendidikan lebih tinggi haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal.
Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses
pelaksanaan politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang
memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya
politik etis ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers)
F. Tanam Paksa
a. Latar Belakang Sistem Tanam Paksa
1. Di Eropa Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa kejayaan Napoleon, sehingga menghabiskan biaya yang besar.
2. Terjadinya Perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.
3. Terjadi Perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan biaya kurang lebih 20.000.000 Gulden.
4. Kas negara Belanda kosong dan hutang yang ditanggung Belanda cukup berat.
5. Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
6. Kegagalan usaha mempraktekkan gagasan liberal (1816-1830) dalam mengeksploitasi tanah jajahan untuk memberikan keuntungan besar terhadap negeri induk.
b. Aturan-aturan Tanam Paksa
Ketentuan-ketentuan pokok Sistem Tanam Paksa terdapat dalam Staatblad (lembaran negara) tahun 1834, no. 22, beberapa tahun setelah Tanam Paksa dijalankan di Pulau Jawa berbunyi :
1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual dipasaran Eropa.
2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk, tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman padi.
4. Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah.
5. Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda; Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, maka kelebihan itu diberikan kepada penduduk.
6. Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani, akan menjadi tanggungan pemerintah
7. Bagi yang tidak memiliki tanah, akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.
Ketentuan ketentuan tersebut memang kelihatan tidak terlampau menekan rakyat. Dalam prakteknya, sistem tanam paksa seringkali menyimpang, sehingga rakyat banyak dirugikan, misalnya:
1. Perjanjian tersebut seharusnya dilakukan dengan suka rela akan tetapi dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara-cara paksaan.
2. Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Seringkali tanah tersebut satu per tiga bahkan semua tanah desa digunakan untuk tanam paksa.
3. Pengerjaan tanaman-tanaman ekspor seringkali jauh melebihi pengerjaan tanaman padi. Sehingga tanah pertanian mereka sendiri terbengkelai.
4. Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.
5. Kelebihan hasil panen setelah diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan kepada petani.
6. Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani
7. Buruh yang seharusnya dibayar oleh pemerintah dijadikan tenaga paksaan.
c. Akibat-akibat Tanam Paksa
Inilah dampak diberlakukannya sistem tanam paksa di Indonesia:
Bagi Belanda
1. Meningkatnya hasil tanaman ekspor dari negeri jajahan dan dijual Belanda di pasaran Eropa
2. Perusahaan pelayaran Belanda yang semula kembang kempis, pada masa Tanam Paksa mendapat keuntungan besar
3. Pabrik-pabrik gula yang semula diusahakan oleh kaum swasta Cina, kemudian juga dikembangkan oleh pengusaha Belanda karena keuntungannya besar.
4. Belanda mendapatkan keuntungan (batiq slot) yang besar.
Bagi Indonesia
Dampak negatif :
1. Kemiskinan dan penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan
2. Beban pajak yang berat
3. Pertanian utamanya padi banyak mengalami kegagalan panen
4. Kelaparan dan kematian terjadi dimana-mana.
5. Jumlah penduduk Indonesia menurun.
Dampak positif :
1. Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru
2. Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor.
1. Di Eropa Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa kejayaan Napoleon, sehingga menghabiskan biaya yang besar.
2. Terjadinya Perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.
3. Terjadi Perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan biaya kurang lebih 20.000.000 Gulden.
4. Kas negara Belanda kosong dan hutang yang ditanggung Belanda cukup berat.
5. Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
6. Kegagalan usaha mempraktekkan gagasan liberal (1816-1830) dalam mengeksploitasi tanah jajahan untuk memberikan keuntungan besar terhadap negeri induk.
b. Aturan-aturan Tanam Paksa
Ketentuan-ketentuan pokok Sistem Tanam Paksa terdapat dalam Staatblad (lembaran negara) tahun 1834, no. 22, beberapa tahun setelah Tanam Paksa dijalankan di Pulau Jawa berbunyi :
1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual dipasaran Eropa.
2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk, tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman padi.
4. Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah.
5. Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda; Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, maka kelebihan itu diberikan kepada penduduk.
6. Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani, akan menjadi tanggungan pemerintah
7. Bagi yang tidak memiliki tanah, akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.
Ketentuan ketentuan tersebut memang kelihatan tidak terlampau menekan rakyat. Dalam prakteknya, sistem tanam paksa seringkali menyimpang, sehingga rakyat banyak dirugikan, misalnya:
1. Perjanjian tersebut seharusnya dilakukan dengan suka rela akan tetapi dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara-cara paksaan.
2. Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Seringkali tanah tersebut satu per tiga bahkan semua tanah desa digunakan untuk tanam paksa.
3. Pengerjaan tanaman-tanaman ekspor seringkali jauh melebihi pengerjaan tanaman padi. Sehingga tanah pertanian mereka sendiri terbengkelai.
4. Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.
5. Kelebihan hasil panen setelah diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan kepada petani.
6. Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani
7. Buruh yang seharusnya dibayar oleh pemerintah dijadikan tenaga paksaan.
c. Akibat-akibat Tanam Paksa
Inilah dampak diberlakukannya sistem tanam paksa di Indonesia:
Bagi Belanda
1. Meningkatnya hasil tanaman ekspor dari negeri jajahan dan dijual Belanda di pasaran Eropa
2. Perusahaan pelayaran Belanda yang semula kembang kempis, pada masa Tanam Paksa mendapat keuntungan besar
3. Pabrik-pabrik gula yang semula diusahakan oleh kaum swasta Cina, kemudian juga dikembangkan oleh pengusaha Belanda karena keuntungannya besar.
4. Belanda mendapatkan keuntungan (batiq slot) yang besar.
Bagi Indonesia
Dampak negatif :
1. Kemiskinan dan penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan
2. Beban pajak yang berat
3. Pertanian utamanya padi banyak mengalami kegagalan panen
4. Kelaparan dan kematian terjadi dimana-mana.
5. Jumlah penduduk Indonesia menurun.
Dampak positif :
1. Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru
2. Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor.
Karena reaksi-reaksi tersebut, secara berangsur-angsur pemerintah Belanda mulai mengurangi pemerasan lewat Tanam Paksa dan menggantikannya dengan sistem politik ekonomi liberal kolonial. Tonggak berakhirnya Tanam Paksa adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pokok Agraria (Agrarische Wet), 1870.
G. Sewa Tanah
System sewa tanah terapkan
oleh Thomas Stamford Raffles setelah
mengambil alih kekuasaan dari belanda. Thomas Stamford Raffles diangkat
menjadi Letnan Gubernur EIC di Indonesia. Ia memegang pemerintahan selama lima
tahun (1811-1816) dengan membawa perubahan berasas liberal. Setelah Inggris
berhasil menguasai Indonesia kemudian memerintahkan Thomas Stamford Raffles
sebagai Letnan Gubernur di Indonesia dan memulai tugasnya pada tanggal 19
Oktober 1811. Pendudukan Inggris atas wilayah Indonesia tidak berbeda dengan
penjajahan bangsa Eropa lainnya.
Thomas Stamford Raffles adalah letnan gubernur Inggris
pertama yang memerintah di Hindia Belanda.
Raffles
banyak mengadakan perubahan-perubahan, baik di bidang ekonomi maupun
pemerintahan. Raffles bermaksud menerapkan politik kolonial seperti yang
dijalankan oleh Inggris di India. Kebijakan Daendels yang dikenal dengan nama
Contingenten diganti dengan sistem sewa tanah (Landrent). Sistem sewa
tanah disebut juga sistem pajak tanah. Rakyat atau para petani harus membayar
pajak sebagai uang sewa, karena semua tanah dianggap milik negara.
Berikut ini adalah pokok-pokok sistem sewa tanah (Landrent):
1. Penyerahan wajib dan wajib kerja dihapuskan.
2. Hasil pertanian dipungut langsung oleh pemerintah tanpa perantara bupati.
3. Rakyat harus menyewa tanah dan membayar pajak kepada pemerintah sebagai pemilik tanah.
Pemerintahan Raffles didasarkan atas prinsip-prinsip liberal yang hendak mewujudkan kebebasan dan kepastian hukum. Prinsip kebebasan mencakup kebebasan menanam dan kebebasan perdagangan. Kesejahteraan hendak dicapainya dengan memberikan kebebasan dan jaminan hukum kepada rakyat sehingga tidak menjadi korban kesewenang-wenangan para penguasa.
Berikut ini adalah pokok-pokok sistem sewa tanah (Landrent):
1. Penyerahan wajib dan wajib kerja dihapuskan.
2. Hasil pertanian dipungut langsung oleh pemerintah tanpa perantara bupati.
3. Rakyat harus menyewa tanah dan membayar pajak kepada pemerintah sebagai pemilik tanah.
Pemerintahan Raffles didasarkan atas prinsip-prinsip liberal yang hendak mewujudkan kebebasan dan kepastian hukum. Prinsip kebebasan mencakup kebebasan menanam dan kebebasan perdagangan. Kesejahteraan hendak dicapainya dengan memberikan kebebasan dan jaminan hukum kepada rakyat sehingga tidak menjadi korban kesewenang-wenangan para penguasa.
Kegagalan sistem sewa tanah
Dalam pelaksanaannya, sistem sewa tanah di Indonesia mengalami kegagalan, karena:
1. sulit menentukan besar kecilnya pajak untuk pemilik tanah yang luasnya berbeda,
2. sulit menentukan luas sempit dan tingkat kesuburan tanah,
3. terbatasnya jumlah pegawai, dan
4. masyarakat pedesaan belum terbiasa dengan sistem uang.
Tindakan yang dilakukan oleh Raffles berikutnya adalah membagi wilayah Jawa menjadi 16 daerah karesidenan. Hal ini mengandung maksud untuk mempermudah pemerintah melakukan
pengawasan terhadap daerah-daerah yang dikuasai. Setiap karesidenan dikepalai oleh seorang residen dan dibantu oleh asisten residen.
Kebijakan
Raffles selama memerintah di Indonesia:
Kebijakan Raffles di bidang ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
1. Menghapus segala kebijakan Daendels, seperti contingenten/ pajak/penyerahan diganti dengan sistem sewa tanah (landrente).
2. Semua tanah dianggap milik negara, maka petani harus membayar pajak sebagai uang sewa.
Kebijakan Raffles di bidang ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
1. Menghapus segala kebijakan Daendels, seperti contingenten/ pajak/penyerahan diganti dengan sistem sewa tanah (landrente).
2. Semua tanah dianggap milik negara, maka petani harus membayar pajak sebagai uang sewa.
Kebijakan Raffles di bidang pemerintahan pengadilan dan sosial
Dalam bidang ini, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
1. Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan termasuk Jogjakarta dan Surakarta.
2. Masing-masing karesidenan mempunyai badan pengadilan.
3. Melarang perdagangan budak.
Kebijakan Raffles di bidang ilmu pengetahuan
Dalam bidang pengetahuan, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
1. Mengundang ahli pengetahuan dari luar negeri untuk mengadakan berbagai penelitian ilmiah di Indonesia.
2. Raffles bersama Arnoldi berhasil menemukan bunga bangkai sebagai bunga raksasa dan terbesar di dunia. Bunga tersebut diberinya nama ilmiah Rafflesia Arnoldi.
3. Raffles menulis buku “History of Java” dan merintis pembangunan Kebun Raya Bogor sebagai kebun biologi yang mengoleksi berbagai jenis tanaman di Indonesia bahkan dari berbagai penjuru dunia.
Asas
Dalam usahanya untuk menegakkan suatu kebijaksanaan kolonial yang baru, Raffles ingin berpatokan pada tiga asas.
1. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan kebebasan penuh diberikan kepada rakyat untuk menentukan jenis tanaman apa yang hendak ditanam tanpa unsur paksaan apapun juga.
2. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai penggantinya mereka dijadikan bagian yang integral dari pemerintahan kolonial dengan fungsi-fungsi pemerintahan yang sesuai dengan asas-asas pemerintahan di negeri Barat. Secara konkrit hal ini berarti bahwa para bupati dan kepala pemerintahan pada tingkat rendahan harus memusatkan perhatiannya kepada proyek-proyek pekerjaan umum yang dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk.
3. Raffles beranggapan bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik tanah, maka para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa (tenant) tanah milik pemerintah. Untuk penyewaan tanah ini para petani diwajibkan membayar sewa tanah (land-rent) atau pajak atas pemakaian tanah pemerintah. Sewa tanah inilah selanjutnya yang dijadikan dasar kebijaksanaan ekonomi pemerintah
Inggris di bawah Raffles dan kemudian dari pemerintah Belanda sampai tahun 1830.
Di bidang pemerintahan, Raffles membagi pulau Jawa dan Madura menjadi 16 karesidenan yang dikepalai oleh seorang Residen dan dibantu asisten residen dari Eropa. Para bupati dijadikan pegawai pemerintah dengan gaji setiap bulan.
Sistem sewa tanah tidak meliputi seluruh pulau Jawa. Misalnya, di daerah-daerah sekitar Jakarta, pada waktu itu Batavia, maupun di daerah-daerah Parahiyangan sistem sewa tanah tidak diadakan, karena daerah-daerah sekitar Jakarta pada umumnya adalah milik swasta, sedangkan di daerah Parahiyangan pemerintah kolonial berkeberatan untuk menghapus sistem tanam paksa kopi yang memberi keuntungan besar.
Gagasan-gagasan Raffles mengenai kebijaksanaan ekonomi kolonial yang baru, terutama yang bertalian dengan sewa tanah, telah sangat mempengaruhi pandangan dari pejabat-pejabat pemerintahan Belanda yang dalam tahun 1816 mengambil alih kembali kekuasaan politik atas pulau Jawa dari pemerintah Inggris. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa kebijakan Raffles pada umumnya diteruskan oleh pemerintahan kolonial Belanda yang baru, pertama-tama di bawah Komisaris Jenderal Elout, Buyskes, dan Van der Capellen (1816-1819), dan kemudian di bawah Gubernur Jenderal Van der Capellen (1819-1826) dan Komisaris Jenderal du Bus de Gisignies (1826-1830). Sistem sewa tanah baru dihapuskan dengan kedatangan seorang Gubernur Jenderal yang baru, bernama Van den Bosch, pada tahun 1830 yang kemudian menghidupkan kembali unsur-unsur paksaan dalam penanaman tanaman dagangan dalam bentuk yang lebih keras dan efisien.
Pemerintahan Raffles tidak berlangsung lama sebab Pemerintahan Napoleon di Prancis pada tahun 1814 jatuh. Kekuasaan Inggris di Indonesia pun berakhir setelah Belanda dan Inggris mengadakan perundingan yang menghasilkan Konvensi London (1814). Dalam konvensi tersebut ditetapkan bahwa semua bekas jajahan Belanda harus diserahkan kembali ke tangan Belanda kecuali Bangka, Belitung, dan Bengkulu yang diterima Inggris dari Sultan Najamudin (Palembang). Akibat
berakhirnya kekuasan Louis Napoleon 1814, maka diadakan Konferensi London.
Isi Konferensi London antara lain:
1) Belanda memperoleh kembali daerah jajahannya yang dahulu direbut Inggris.
2) Penyerahan Indonesia oleh Inggris kepada Belanda berlangsung tahun 1816.
3) Jhon Fendall diberi tugas oleh pemerintah Inggris untuk menyerahkan kembali Indonesia kepada Belanda.
Raffles kembali ke Inggris dan digantikan oleh John Fendall pada 1816. Pada 19 Agustus 1816, John Fendall melakukan serah terima dengan Belanda. Pihak Belanda menugaskan tiga orang Komisaris Jenderal, yaitu Elout, Buykeys, dan Van der Capellen untuk menerima penyerahan itu dan melanjutkan pemerintahan Belanda di Indonesia sampai 1819.
Dampak Positif Pemerintahan Raffles
Di samping itu Thomas Stamford Raffles juga memberi sumbangan positif bagi Indonesia yaitu:
1. membentuk susunan baru dalam pengadilan yang didasarkan pengadilan Inggris,
2. menulis buku yang berjudul History of Java,
3. menemukan bunga Rafflesia-arnoldii,
H.Perlawanan
Rakyat Makasar
Di Sulawesi Selatan,
perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dilakukan oleh Kerajaan Gowa dan
Tallo, yang kemudian bergabung menjadi Kerajaan Makasar. Dilihat dari letak
geografisnya, letak wilayah Kerajaan Makasar sangat strategis dan memiliki kota
pelabuhan sebagai pusat perdagangan di Kawasan Indonesia Timur.
Kerajaan Makassar, dengan didukung oleh
pelaut-pelaut ulung, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan
Hasanudin antara tahun 1654 - 1669. Pada pertengahan abad ke-17, Kerajaan
Makasar menjadi pesaing berat bagi kompeni VOC pelayaran dan perdagangan di
wilayah Indonesia Timur. Persaingan dagang tersebut terasa semakin berat untuk
VOC sehingga VOC berpura-pura ingin membangun hubungan baik dan saling
menguntungkan. Upaya VOC yang sepertinya terlihat baik ini disambut baik oleh
Raja Gowa dan kemudian VOC diizinkan berdagang secara bebas. Setelah
mendapatkan kesempatan berdagang dan mendapatkan pengaruh di Makasar, VOC mulai
menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada
Sultan Hasanuddin.
Tuntutan VOC terhadap Makasar ditentang oleh
Sultan Hasanudin dalam bentuk perlawanan dan penolakan semua bentuk isi
tuntutan yang diajukan oleh VOC. Oleh karena itu, kompeni selalu berusaha
mencari jalan untuk menghancurkan Makassar sehingga terjadilah beberapa kali
pertempuran antara rakyat Makassar melawan VOC.
Peperangan berlangsung seru dan cukup lama,
tetapi pada saat itu Kota Makassar masih dapat dipertahankan oleh Sultan
Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu, Sultan Hasanudin terdesak dan dipaksa
untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.
Perlawanan rakyat Makasar akhirnya mengalami
kegagalan. Salah satu faktor penyebab kegagalan rakyat Makasar adalah
keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap Sultan Hasanudin dengan Aru
Palaka. Perlawanan rakyat Makasar selanjutnya dilakukan dalam bentuk lain,
seperti membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap melakukan perlawanan
terhadap VOC.
I.Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap VOC (Perlawanan Pattimura)
Mari kita bahas
lengkap perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC dibawah ini.
1.Sebab-sebab
Perlawanan
Kedatangan
Belanda kembali ke Maluku menyebabkan rakyat Maluku gelisah. Mereka
membayaangkan penderitaan pada zaman VOC. Pemerintah Hindia Belanda menindas
rakyat Maluku. Rakyat Maluku diharuskan menyerahkan ikan asin, dendeng, dan
kopi. Mereka juga dipaksa bekerja rodi menebang kayu di hutan, membuat garam,
dan membuka perkebunan pala. Dan Benteng Duurstede di Saparua diduduki oleh
pasukan Belanda.
2.
Proses Perlawanan
Perlawanan
dipimpin oleh Thomas Matulesi atau lebih dikenal dengan nama Pattimura. Pemimpin-pemimpin
lainnya ialah Anthonie Rhebok, Said Perintah, Lucas Latumahina, Thomas
Pattiwael, dan Ulupaha. Namun juga terdapat seorang putri bernama Christina
Martha Tiahahu. Pusat perjuangan berada di Pulau Saparua. Pada malam hari
tanggal 15 Mei 1817, rakyat mulai bergerak.
Mereka
mulai membakari kapal-kapal Belanda yang ada di pelabuhan Porto. Kemudian
pasukan Pattimura mulai mengepung Benteng Duurstede. Residen Van den Berg yang
ada dalam Benteng Duurstede ditembak mati. Keesokan harinya, tanggal 6 Mei
1817, pasukan Pattimura berhasil merebut dan menduduki Benteng Duurstede.
Dari
Saparua, perlawanan menjalar ke pulau-pulau lain. haruku, Seram, Larike, Uring,
Asilulu, dan Wakasihu. Pada tanggal 19 Mei 1817, Pemerintah Belanda
mendatangkan pasukan bantuan dari Ambon ke Haruku. Mereka bermarkas di Benteng
Zeelandia. Tetapi Raja Haruku dan raja-raja daerah sekitarnya telah siap
menghadapinya. Rakyat Haruku dan raja-raja di daerah sekitarnya dikerahkan
menyerang benteng Zeelandia.
Dengan
menerobos pengepungan rakyat, pasukan Belanda terus maju dari Haruku ke
Saparua. Maka di Saparua berkobar pertempuran sengit. Prajurit-prajurit Belanda
banyak yang tewas, termasuk diantaranya terdapat beberapa orang perwira.
Kemenangan Pattimura di Saparua membakar semangat perjuangan di daerah-daerah
lain. Maka berkobarlah perlawanan umum di seluruh Maluku.
Pada
awal bulan Juli 1817, Kolonial Belanda mendatangkan kembali pasukan bantuan ke
Saparua. Mereka berusaha merebut Benteng Duurstede, tetapi tidak berhasil.
Kemudian Belanda mengajak para pemimpin Maluku untuk berunding. Perundingan
tersebut juga tidak membawa hasil. Pertempuran pun berkobar lagi.
Pada
akhir Juli 1817, Belanda mendatangkan pasukan bantuan ke Saparua kembali.
Belanda mengerahkan kapal-kapalnya. Dan mulai melepaskan tembakan meriam dengan
gencar ke arah Benteng Duurstede, yang masih diduduki oleh pasukkan Pattimura.
Sementara itu, pasukan-pasukan Belanda terus menerus didatangkan, membanjiri
Saparua.
Akhirnya
pada bulan Agustus 1817, Benteng Duurstede dapat direbut oleh Belanda kembali.
Tetapi perang belum berakhir. Pasukan Pattimura melanjutkan kembali perlawanan
dengan perang gerilya. Pemerintah Belanda mengumumkan akan memberi hadiah sebesar
1.000 gulden kepada siapa saja yang dapat menangkap Pattimura. Dan untuk
menangkap pemimpin-pemimpin Maluku lainnya, Pemerintah Belanda menyediakan 500
gulden tiap seorang pemimpin. Tetapi rakyat Maluku tidak mau untuk mengkhianati
perjuangan bangsanya.
3.
Akhir Perlawanan
Belanda
tetap berusaha keras untuk menyelesaikan perang dalam waktu singkat. pada bulan
Oktober 1817, pasukan Belanda dikerahkan besar-besaran. Pada suatu pertempuran
pada bulan November 1817, Belanda dapat menangkap Pattimura, Anthonie Rebok,
Thomas Pattiwael, dan Raja Tiow. Beberapa hari kemudian para pemimpin yang lain
pun tertangkap.
Akhirnya
pada bulan Desember 1817, perlawanan padam. Pada tanggal 16 Desember 1817
Pattimura dihukum gantung di Ambon. Kemudian para pemimpin yang lain juga
dihukum gantung.
J.Perang Diponegoro
Perang di jawa pada tahun 1825 - 1830 yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro
Perang di jawa pada tahun 1825 - 1830 yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro
Perang Jawa terjadi di Jawa Tengah yang
dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Oleh karena itu, Perang Jawa disebut juga
Perang Diponegoro (1825 - 1830). Perang Jawa merupakan lanjutan dari peperangan-peperangan
sebelumnya karena diakibatkan penguasa Belanda yang rakus, dan selalu campur
tangan dalam soal istana serta ketidakpuasan rakyat selama hampir dua abad.
Sebab-sebab
terjadinya Perang Jawa ialah sebagai berikut ini :
- Rakyat sangat menderita akibat politik pemerasan yang
dijalankan oleh Belanda berupa banyaknya pajak yang harus dipikul.
- Kaum bangsawan merasa tidak puas karena hak-hak yang
dimiliki banyak dikurangi. bangsawan yang telah memperoleh uang sewa untuk
beberapa tahun harus mengembalikannya dan malahan menambahnya karena para
pengusaha swasta menuntut kerugian atas pengerjaan tanah yang telah
dilakukan.
- Timbulnya rasa tidak puasa dilingkungan istana, karena
Belanda makin banyak campur tangan. Belanda ikut menentukan siapa yang
akan menjadi sultan. Menurut anggapannya Belanda merasa memiliki Mataram,
sehingga Belanda berhak ikut mengubah tata cara istana. Misalnya tidak mau
duduk bersila, tetapi duduk di kursi atau berdiri waktu menghadap sultan,
memasukkan minuman keras dalam istana yang dinilai bertentangan
dengan agama Islam.
- Sebab khusus ialah peristiwa di Tegalrejo. Belanda bermaksud
membuat jalan melalui daerah makam leluhur Pangeran Diponegoro tanpa izin.
Tindakan tersebut dirasakan sebagai tantangan bagi Pangeran Diponegoro.
Pemerintah Patih Danurejo memasang tiang sebagai tanda akan dibuat jalan,
dibalas dengan pencabutan oleh pengikut Pangeran Diponegoro yang kemudian
menimbulkan perang.
Siasat yang
dipergunakan oleh Pangeran Diponegoro ialah perang gerilya yaitu penyerangan
yang dilakukan secara mendadak, kemudian menghilang dan menghindarkan
pertempuran yang sifatnya frontal atau terbuka. Perang tersebut didasarkan pada
dukungan rakyat dan penguasaan wilayah.
Komentar
Posting Komentar